a Akhmad Rizqul Karim 5 hónapja
36
Még több ilyen
Aturan 10-kali (The 10-times rule) yang diusulkan oleh Barclay et al. (1995) merekomendasikan bahwa ukuran sampel minimum harus sama dengan yang lebih besar dari:
(1) 10 kali jumlah indikator formatif terbesar yang digunakan untuk mengukur satu konstruk, atau
(2) 10 kali jumlah jalur struktural terbesar yang diarahkan ke satu konstruk laten tertentu dalam model struktural (Hair et al., 2017, p. 24).
Aturan ini banyak dikritik oleh studi-studi kemudian yang menyatakan bahwa aturan ini bukanlah kriteria yang valid untuk menentukan ukuran sampel untuk PLS-SEM (Hair et al., 2017; Marcoulides & Chin, 2013; Ringle et al., 2018).
Peng dan Lai (2012) menyatakan bahwa "aturan 10 kali lipat untuk menentukan kecukupan ukuran sampel dalam analisis PLS hanya berlaku ketika kondisi tertentu, seperti ukuran efek yang kuat dan keandalan item pengukuran yang tinggi, terpenuhi".
Aturan 10-kali paling sesuai digunakan dalam analisis PLS-SEM (Partial Least Squares Structural Equation Modeling). Teknik ini digunakan untuk menguji hubungan antara konstruk laten dengan mempertimbangkan indikator formatif dan jalur struktural dalam model persamaan struktural.
Misalkan sebuah penelitian menggunakan model PLS-SEM dengan 5 indikator formatif terbesar untuk satu konstruk dan 3 jalur struktural terbesar yang diarahkan ke satu konstruk laten. Berdasarkan aturan 10-kali, ukuran sampel minimum yang diperlukan adalah yang lebih besar dari dua perhitungan berikut:
Ukuran Sampel=10×5 (indikator formatif) = 50 responden
atau
Ukuran Sampel=10×3 (jalur struktural terbesar) =30 responden
Dalam kasus ini, ukuran sampel minimum yang diperlukan adalah 50 responden karena 50 adalah yang lebih besar dari kedua hasil tersebut.
Barclay et al., 1995: Mengusulkan aturan 10-kali yang digunakan dalam literatur PLS-SEM.
Hair et al., 2017: Membahas aturan 10-kali dalam konteks PLS-SEM dan mengakui adanya kritik terhadap aturan ini.
Studi yang telah menggunakan aturan 10 kali lipat: Wasko dan Faraj (2005) dan Raaij dan Schepers (2008).
Roscoe’s guidelines menyarankan bahwa ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 sesuai untuk sebagian besar studi perilaku. Roscoe juga menyarankan bahwa untuk analisis komparatif, jika dataset dibagi menjadi beberapa subkelompok (misalnya, laki-laki/perempuan, pedesaan/perkotaan, lokal/internasional, dll.), 30 responden harus dianggap sebagai sampel minimum untuk setiap kelompok. Roscoe’s guidelines (aturan 30) didasarkan pada Central Limit Theorem/CLT. CLT mengasumsikan bahwa distribusi rata-rata sampel mendekati distribusi normal seiring dengan bertambahnya ukuran sampel.
Untuk analisis data multivariat (misalnya, analisis regresi), ukuran sampel harus 10 kali lebih besar dari jumlah variabel (Roscoe, 1975).
Pedoman Roscoe paling sesuai digunakan dalam penelitian perilaku dan analisis data multivariat, termasuk analisis regresi dan analisis komparatif. Teknik ini membantu menentukan ukuran sampel yang memadai untuk mencapai hasil yang valid dan dapat diandalkan.
Misalkan ada sebuah penelitian yang melibatkan analisis regresi dengan 5 variabel independen. Berdasarkan pedoman Roscoe, ukuran sampel minimum yang diperlukan adalah 10 kali jumlah variabel, yaitu:
Ukuran Sampel= 5×10 = 50 responden
Jika penelitian ini juga memerlukan analisis komparatif antara kelompok laki-laki dan perempuan, masing-masing kelompok harus memiliki minimal 30 responden.
Roscoe, 1975: Pedoman ini memberikan aturan untuk menentukan ukuran sampel yang memadai untuk berbagai jenis penelitian perilaku dan multivariat.
Studi yang menggunakan pedoman Roscoe untuk menentukan ukuran sampel: Lin dan Chen (2006), Suki dan Suki (2017), Seman et al. (2019), dan Sultana (2020).
Ukuran sampel A-priori sample size for structural equation models adalah aplikasi power analysis online yang menentukan ukuran sampel yang diperlukan untuk penelitian yang menggunakan teknik model persamaan struktural (SEM) (https://www.danielsoper.com). Aplikasi ini memerlukan input untuk jumlah variabel laten yang diamati dalam model, ukuran efek (effect size) yang diharapkan, serta probabilitas dan tingkat kekuatan statistik yang diantisipasi (the size of the expected effect). Aplikasi ini menghasilkan ukuran sampel minimum dalam model struktural. Aplikasi ini dapat digunakan untuk desain penelitian apa pun, terlepas dari apakah penelitian tersebut menggunakan teknik sampling probabilitas atau non-probabilitas untuk pengumpulan data.
Ukuran sampel a-priori untuk model persamaan struktural paling sesuai digunakan dalam analisis model persamaan struktural (SEM). Teknik ini mencakup CB-SEM (Covariance-Based Structural Equation Modeling) dan PLS-SEM (Partial Least Squares Structural Equation Modeling).
Misalkan sebuah penelitian menggunakan model SEM dengan 5 variabel yang diamati dan 3 variabel laten. Peneliti mengharapkan ukuran efek sedang (misalnya, 0.15), tingkat kepercayaan 95%, dan kekuatan statistik 80%. Dengan menggunakan aplikasi ukuran sampel a-priori seperti Soper (2020), peneliti akan memasukkan parameter ini ke dalam aplikasi. Aplikasi ini akan menghitung ukuran sampel minimum yang diperlukan berdasarkan kompleksitas model dan parameter yang diinputkan. Misalnya, hasilnya mungkin menunjukkan bahwa diperlukan 200 responden untuk memenuhi kriteria tersebut.
Soper, 2020: Aplikasi ini digunakan untuk menentukan ukuran sampel yang diperlukan dalam penelitian SEM dengan mempertimbangkan variabel yang diamati dan laten, ukuran efek, serta tingkat kekuatan statistik yang diinginkan.
Penelitian yang menggunakan ukuran sampel a-priori: Valaei dan Jiroudi, 2016; Balaji dan Roy, 2017; Dedeoglu et al., 2018; Yadav et al., 2019; Kuvaas et al., 2020.
Kalkulator daring untuk ukuran sampel (Online calculators) mirip dengan tabel Krejcie dan Morgan. Tersedia berbagai kalkulator daring yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran sampel. Yang cukup terkenal adalah The Raosoft sample size calculator (Raosoft, 2010) dan Calculator.net (Calculator.net, 2015). Karena kemudahannya, kalkulator ini sering digunakan dalam penelitian ilmu sosial. (http://www.raosoft.com/samplesize.html).
Kalkulator daring umumnya memerlukan input seperti tingkat kepercayaan, margin of error, dan ukuran populasi untuk menghitung jumlah minimum sampel yang dibutuhkan. Meskipun KMT, Raosoft, dan Calculator.net sangat berguna dalam menentukan ukuran sampel, peneliti harus selalu mempertimbangkan asumsi yang terkait dengan teknik sampling probabilitas dan membuat keputusan yang tepat tentang penggunaan alat tersebut.
Kalkulator daring untuk ukuran sampel paling sesuai digunakan dalam penelitian yang membutuhkan perhitungan cepat dan mudah untuk ukuran sampel berdasarkan parameter penelitian tertentu seperti tingkat kepercayaan, margin of error, dan ukuran populasi. Alat ini berguna untuk berbagai jenis penelitian, terutama dalam ilmu sosial dan perilaku, di mana metode sampling probabilitas biasanya diterapkan.
Misalkan sebuah penelitian dengan populasi 10.000 orang dan peneliti ingin menghitung ukuran sampel dengan tingkat kepercayaan 95% dan margin of error 5%. Dengan menggunakan kalkulator ukuran sampel Raosoft atau Calculator.net, peneliti akan memasukkan parameter ini dan kalkulator akan memberikan jumlah sampel minimum yang dibutuhkan. Hasilnya mungkin menunjukkan bahwa diperlukan 370 responden untuk memenuhi kriteria tersebut.
Penelitian-penelitian yang menggunakan kalkulator daring:
Amzat et al., 2017; Cruz et al., 2014; Fernandes et al., 2014; Mazanai & Fatoki, 2011; Nakku et al., 2020; N. Othman & Nasrudin, 2016.
Tabel Krejcie dan Morgan (Krejcie and Morgan’s table - KMT) dikenal luas dalam penentuan ukuran sampel di kalangan peneliti ilmu perilaku dan sosial. Penggunaan tabel ini tidak memerlukan perhitungan, dan dapat diterapkan untuk populasi yang telah ditentukan. KMT menyarankan bahwa sampel sebanyak 384 sudah cukup untuk populasi sebesar 1.000.000 atau lebih.
Namun demikian, sampel yang diambil harus representatif dari populasi yang sedang diteliti saat menggunakan KMT. Peneliti disarankan untuk tidak menggunakan KMT tanpa pertimbangan yang matang. KMT sebaiknya digunakan untuk menentukan ukuran sampel ketika teknik sampling probabilitas (misalnya, simple random, systematic, stratified) digunakan.
Jenis Analisis:
KMT paling sesuai digunakan dalam penelitian yang menggunakan teknik sampling probabilitas. Teknik-teknik ini mencakup pengambilan sampel secara acak sederhana, sistematis, atau berstrata, di mana setiap unit dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel. KMT tidak disarankan untuk digunakan dalam teknik sampling non-probabilitas (misalnya, purposive, snowball, quota).
Contoh Menggunakan:
Misalkan ada sebuah penelitian dengan populasi yang sangat besar, seperti penduduk kota besar dengan populasi lebih dari 1.000.000 orang. Menurut Krejcie dan Morgan Tabel, ukuran sampel yang memadai untuk populasi sebesar ini adalah 384 responden.
Referensi:
Krejcie & Morgan, 1970: Tabel ini memberikan panduan ukuran sampel yang memadai untuk berbagai ukuran populasi dan banyak digunakan dalam penelitian ilmu sosial dan perilaku.
Artikel-artikel yang menggunakan KMT: Sahyaja dan Rao, 2020; Othman dan Mahmood, 2020; Yildiz et al., 2020; Kubota dan Khan, 2019; Papastathopoulos et al., 2019; Baluku et al., 2016; Collis et al., 2004; Kotile dan Martin, 2000:
Rasio sampel terhadap variabel (The sample-to-variable ratio) merupakan panduan untuk menentukan ukuran sampel berdasarkan jumlah variabel independen dalam model penelitian. Cara ini menyarankan bahwa jumlah observasi (responden) minimum per variabel independen adalah 5:1. Namun demikian, rasio yang lebih tinggi seperti 15:1 atau 20:1 lebih disarankan. Meskipun rasio 5:1 tampak mudah diikuti, rasio yang lebih tinggi diperlukan untuk memastikan kekuatan statistik yang memadai dan untuk mendeteksi efek yang benar dalam analisis.
Jenis Analisis:
Cara ini digunakan terutama dalam analisis regresi multiple, di mana hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dianalisis.
Contoh menggunakan rasio 5:1
Jika terdapat 5 variabel independen dalam studi, maka ukuran sampel-nya adalah 5 x 5 = 25.
Referensi:
Hair et al., 2018: Meskipun rasio minimum 5:1 dapat digunakan, rasio yang lebih tinggi seperti 15:1 atau 20:1 lebih disarankan untuk analisis yang lebih kuat.
Bartlett et al., 2001: Penggunaan rasio 5:1 dapat menyebabkan penelitian yang kurang kuat dan tidak cukup untuk sebagian besar analisis inferensial.
Rasio sampel terhadap item (Sample-to-item ratio) adalah konsep yang digunakan untuk menentukan ukuran sampel dalam analisis faktor eksploratori (exploratory factor analysis). Rasio ini menunjukkan jumlah responden yang diperlukan untuk setiap item (pertanyaan) dalam sebuah penelitian. Rasio yang lebih tinggi biasanya dianggap lebih baik untuk memastikan stabilitas dan validitas hasil analisis faktor.
Cara menghitung:
Jika menggunakan rasio 5 banding 1:
Jika terdapat 30 item dalam studi maka jumlah sampel adalah 30x5 = 150 responden
Apabila menggunakan rasio 20:1 maka jumlah sampel adalah 30x20 = 600 responden
Tingkat kesalahan (sampling error) dalam pengambilan sampel yang lebih kecil berarti bahwa statistik sampel akan cenderung lebih mendekati parameter populasi sebenarnya. Penting diingat bahwa jika Anda memiliki akses ke seluruh populasi dan populasi tersebut cukup kecil (misalnya, 100 elemen atau kurang), lebih bijaksana untuk tidak menggunakan pengambilan sampel, melainkan menyertakan semua elemen dalam penelitian. Dalam kasus ini, kesalahan pengambilan sampel akan menjadi nol! Namun, dalam banyak situasi, peneliti bekerja dengan populasi yang besar sehingga diperlukan metode pengambilan sampel.
Ketika melakukan studi penelitian, salah satu keputusan penting adalah menentukan ukuran sampel yang tepat. Jawaban sederhana adalah semakin besar sampel, semakin baik, tetapi ini mengandaikan bahwa metode pengambilan sampel yang tepat digunakan dan diterapkan dengan benar. Dalam statistik inferensial, sampel yang lebih besar lebih baik karena menghasilkan kesalahan standar yang lebih kecil, kekuatan statistik yang lebih besar, atau lebih sedikit kesalahan Tipe II dalam pengujian hipotesis, serta interval kepercayaan yang lebih sempit dalam estimasi. Kesalahan Tipe II terjadi ketika peneliti gagal menolak hipotesis nol yang salah. Sebaliknya, kesalahan Tipe I terjadi ketika peneliti menolak hipotesis nol yang benar, di mana hipotesis nol biasanya menyatakan bahwa tidak ada hubungan dalam populasi.
IM TOPIAX
INDONESIAN UNDERGROUND